Pragmatik, Linguistik: Apa itu Deiksis ? Penjelasan dan Contohnya

Baliman oh là là
4 min readNov 28, 2022

--

Halo semuanya. Balik lagi di blog aku. Kali ini aku bahas tentang pengantar deiksis. Kalo kalian mahasiswa/i dari jurusan bahasa atau sastra yang berkonsentrasi linguistik, cocok banget baca materi hari ini.

Tapi sebelum kita mulai, kalian pernah gak berpikir kenapa deiksis bukan bagian dari semantik, melainkan ranah pragmatik?

Pertanyaan kayak gini mungkin aja jadi pertanyaan ketika kalian ujian skripsi buat nguji kalian; sejauh mana mahasiswa/i mengetahui tentang pendekatan atau teori yang digunakan. Buat mahasiswa/i S1, memang masih jarang ditanyakan tentang komparasi teori karena kalian masih berfokus pada aplikasi teori. Namun, gak ada salahnya ketika kalian mengetahui perbedaannya serta cocok diaplikasikan di kasus seperti apa. Kalau kalian bisa menerangkan ini, kalian bakal dapat atensi khusus dari para penguji.

Jadi, alasannya sederhana banget bahwa kajian deiksis ini membahas tentang struktur kalimat yang tersusun secara gramatikal kemudian dihubungkan dengan konteks. Seandainya analisis ini tidak mempertimbangkan konteks atau bersifat konvensional, maka kajian deiksis akan menjadi bagian dari studi semantik. Perhatikan contoh di bawah:

I am the father of Napoleon
‘Aku adalah ayahnya Napoleon’

Penggunaan kata I tidak menjelaskan truth-conditional meaning. Dengan demikian, kita akan mencari tahu, I ini siapa; I sebagai ‘saya’ adalah seseorang yang menghasilkan tuturan dan ditujukan kepada mitra tutur. Pada pragmatik, tuturan di atas tidak membicarakan benar atau salah sebagaimana studi semantik. Oleh karena itu, pada deiksis, kita lebih membicarakan siapa yang berbicara sebagai I dalam tuturan di atas. Dengan kata lain, kita melihat kelayakan; layak atau tidak layaknya sebuah tuturan bila disandingkan dengan suatu konteks. Bagi Austin (1962, 54), ia menyebutnya sebagai “happy” atau “unhappy”.

Keberadaannya akan sangat membantu menentukan secara spesifik terkait referen yang digunakan penutur kapada mitra tuturnya.

Bagi Levinson (1983, 68–93), ada 5 jenis deiksis, yaitu: deiksis personal, temporal, spasial, wacana, dan sosial. Namun, pada tulisan kali ini, kita hanya akan membahas 3 yang paling umum. Perhatikan klasifikasi berikut:

DEIKSIS PERSONAL

Berhubungan dengan kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga: aku, kamu, dan dia. Perhatikan contoh berikut:

a. “Kamu udah buat esai pragmatik?”
b. “Udah aku kirim kemarin, kamu?”

Pada contoh di atas, ditemukan 2 kata kamu yang referensinya tidak sama; referensi dari penanda ‘kamu’ mengalami perubahan secara dinamis bahwa ‘kamu’ (a) merujuk pada mitra tuturnya, sedangkan pada (b), kata ganti ‘kamu’ referensinya berubah ke (a).

Penanda deiktik ini akan menunjukkan keadaan sosialnya juga, sebagaimana penggunaan kata kamu menunjukkan kedetakan antara penutur dan mitra tutur, sementara, penggunaan kata anda akan menunjukkan kesan honorfik. Keadaan ini kadang disebut dengan deiksis sosial.

Dalam linguistik Prancis, seorang linguis bernama Émile Benveniste juga melakukan klasifikasi pada kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga. Inilah yang kemudian ia sebut sebagai situation d’énonciation atau situasi pertuturan yang melibatkan les interactants ‘pelaku komunikasi’ seperti:

  1. énonciatuer ‘penutur’: je ‘saya’,
  2. co-énonciateur ‘mitra tutur’: tu ‘kamu’,
  3. dan non personne atau il ‘bukan orang atau orang ketiga tunggal (baca: dia)’

Klasifikasi ini dihadirkan untuk memperlihatkan bahwa ‘saya’ dan ‘kamu’ memiliki kedudukan yang simetris karena mereka bisa memberikan aksi langsung dalam situasi komunikatif, sedangkan tidak bagi ‘dia’ karena ia hanya menjadi bagian dari percakapan dan tidak bisa memberikan aksi dalam percakapan.

DEIKSIS SPASIAL

Kategori ini merujuk pada referensi tempat seperti: “di sini” atau “di sana
Perhatikan contoh berikut:

“Place it here!”
‘Taruh itu di sini’

Kata here di atas memiliki arti yang dinamis. Namun pertama, ada hal yang harus kita kenal, seperti:

  1. proximal → dekat dengan penutur;
  2. distal → jauh dari penutur.

Dengan demikian, kita mengetahui bahwa here pada percakapan di atas menunjukkan sesuatu yang dekat dengan penutur. Kemudian, ia akan selalu bertentangan dengan there yang menunjukkan situasi distal.

Penada tempat tidak hanya terjadi pada adverbia, tetapi juga kata kerja sebagaimana contoh di bawah ini:

“He is coming” → proximal
“He is going” → distal

DEIKSIS TEMPORAL

Kategori terakhir di materi ini adalah deiksis temporal; sebuah klasifikasi yang referensinya berupa keterangan waktu, seperti: “waktu itu”, “sekarang”, “kemarin”, “minggu lalu”, dll.

Misalnya kalian sedang berada di laut dan kalian menemukan sebuah botol dengan pesan di dalamnya, bertuliskan:

Meet me here tomorrow!
‘Temui aku besok di sini!’

Pada dasarnya, tomorrow memiliki arti satu hari setelah hari tuturan itu terjadi; sebuah kesimpulan yang dihadirkan ketika kita berbicara pada level semantik. Sebaliknya, kita tidak tahu kapan pesan itu ditulis karena penulis mungkin saja sudah membuatnya seminggu yang lalu, kemudian melemparnya di laut. Hari ini kalian menemukannya di laut dan referensi “tomorrow” akan menjadi ambigu bagi penerima.

Sampai di sini, Levinson (1983, 73) menjelaskan 2 hal yang disebut sebagai:

  1. Coding time (CT) → tuturan terjadi/dibuat; dan
  2. Receiving time (RT) → tuturan diterima.

Jika mengacu pada tuturan tadi, maka tomorrow bagi penulis sudah terjadi sebelumnya, sedangkan referen tomorrow dari penerima adalah 1 hari setelah ia menerima pesan itu.

Pada kategori ini juga, adverbia seperti “now, recently, soon, then” disebut juga sebagai pure time deixis. Namun, kalau kalian menemukan penggunaan kata next, this, last, dll., maka ini disebut dengan deictic modifier (Levinson, 1983, 75).

Tidak berhenti pada fakta pragmalinguistik, penggunaan kata “hari ini”, “kemarin”, dan “besok” dapat merujuk pada hal-hal kultural. Sebagai contoh:

“Besok kita ketemu lagi ya”

Tuturan ini tidak selalu merujuk pada keesokan harinya. Melainkan “besok-besok” di lain hari dan mungkin saja merujuk pada beberapa hari/minggu setelahnya. Mengetahui intensi penutur akan menunjukkan inferensi kultural pada penggunaan kata “besok”. Sebaliknya, jika kita mengatakan “besok adalah hari rabu”, maka referensi tuturan ini menjadi absolut.

Nah, itu dia materi hari ini seputar deiksis pragmatik secara umum. Next, bahas bagian linguistik apa lagi yaa??

--

--

Baliman oh là là
Baliman oh là là

Written by Baliman oh là là

Welcome to my daily journal. Here, I am sharing my experience, thoughts, and even knowledges (e.g., french, linguistics, academic writings, etc.). Bless u!

No responses yet